Selasa, 04 April 2017

PRE-DESIGN FACTORY OF XYLITOL WITH XYLOSE HYDROGENATION PROCESS CAPACITY 25.000 TONS/YEAR (Design Evaporator (EV-301 and EV-302)) PRARANCANGAN PABRIK XYLITOL DENGAN PROSES HIDROGENASI XYLOSE KAPASITAS 25.000 TON/TAHUN (Perancangan Evaporator (EV-301 dan EV-302))

Baca Selengkapnya ...

http://digilib.unila.ac.id/4258/

POLIMER ELASTOMER

Elastomer adalah polimer mampu deformasi elastis besar ketika mengalami tekanan yang relatif rendah. Beberapa elastomer dapat menahan perpanjangan dari 500% atau lebih dan masih kembali ke bentuk aslinya. Istilah yang lebih populer untuk elastomer adalah, tentu saja, karet, baik karet alam maupun karet sintetik.

Karet alam (NR) terutama terdiri dari polyisoprene, tinggi-berat molekul polimer dari isoprena (C5H8). Hal ini berasal dari lateks, sebuah zat susu yang dihasilkan oleh pohon karet (Hevea brasiliensis). Lateks adalah emulsi air dari polyisoprene, ditambah berbagai bahan-bahan lain. Karet diekstrak dari lateks dengan berbagai metode (misalnya, pembekuan, pengeringan, penyemprotan) yang menghilangkan kandungan air.

Polyisoprene (C5H8) n
Simbol                          : NR
Modulus elastisitas        : 2500 Ib/in2 (18 MPa)
Kekuatan tarik               : 3500 Ib/in2 (25 MPa)
Pemanjangan                : 700% pada kegagalan
Spesifik gravitasi           : 0,93
Batas suhu tinggi           : 1800 ˚F (800 ˚C)
Batas suhu rendah          : -600 ˚F (-500 ˚C)
Perkiraan pangsa pasar : 22% pada elonagtion 300%

Pasar tunggal terbesar karet alam adalah ban otomotif. Dalam ban, karbon hitam adalah aditif yang penting, yang berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tarik dan ketahanan terhadap abrasi. Produk lain yang terbuat dari karet termasuk sol sepatu, bushings, dan komponen penyerap goncangan. Dalam setiap kasus, karet diperparah untuk mencapai sifat-sifat khusus yang diperlukan dalam aplikasi. Selain karbon hitam, bahan tambahan lain yang  digunakan dalam karet dan beberapa elastomer sintetis yakni tanah liat, kaolin, silika, bedak, dan kalsium karbonat.

Karet sistesis yang paling sering digunakan adalah styrene-butadiene rubber (SBR), sebuah kopolimer dari butadiena (C4H6) dan stirena (C8H8). Seperti kebanyakan polimer lain, bahan baku utama untuk karet sintetis adalah minyak bumi. Selain SBR, jenis karet sintesis diantaranya polybutadiene rubber (BR), Polyisobutylene (PIB), Polychloroprene rubber (CR), polyisoprene rubber (IR), polyurethane rubber (PUR), dll.

Styrene-Butadiene Rubber (SBR)
Modulus elastisitas        : 2500 psi (pada 300% elongasi)
Kekuatan tarik               : 3000 psi (diperkuat)
Pemanjangan                : 700% pada kegagalan
Spesifik gravitasi           : 0,94
Batas suhu tinggi           : 2300 ˚F (1100 ˚C)
Batas suhu rendah         : -600 ˚F (-500 ˚C)
Perkiraan pangsa pasar : ± 40%



Polybutadiene Rubber (BR)
Kekuatan tarik              : 2000 Ib/in2 (15 MPa)
Pemanjangan               : 500% pada kegagalan
Spesifik gravitasi          : 0,93
Batas suhu tinggi         : 2100 ˚F (1000 ˚C)
Batas suhu rendah       : -600 ˚F (-500 ˚C)
Perkiraan pangsa pasar : ± 12%
 

Polyisobutylene (PIB)
Modulus elastisitas       : 1000 Ib/in2 (7 MPa)
Kekuatan tarik              : 3000 Ib/in2 (20 MPa)
Pemanjangan               : 700%
Spesifik gravitasi          : 0,92
Batas suhu tinggi         : 2200 ˚F (1100 ˚C)
Batas suhu rendah       : -600 ˚F (-500 ˚C)
Perkiraan pangsa pasar : ± 3% pada 300% elongasi.


Polychloroprene Rubber (CR)

Modulus elastisitas       : 1000 Ib/in2 (7 MPa)
Kekuatan tarik              : 3500 Ib/in2 (25 MPa)
Pemanjangan               : 500% pada kegagalan
Spesifik gravitasi           : 1.23
Batas suhu tinggi          : 2500 ˚F (1200 ˚C)
Batas suhu rendah        : -100 ˚F (-200 ˚C)
Perkiraan pangsa pasar : 2% pada elongasi 300%


Polyisoprene Rubber (IR)
Modulus elastisitas       : 2500 psi
Kekuatan tarik              : 3500 psi
Pemanjangan               : 500% pada kegagalan
Spesifik gravitasi          : 0,93
Batas suhu tinggi         : 1800 ˚F (800 ˚C)
Batas suhu rendah       : -600 ˚F (-500 ˚C)
Perkiraan pangsa pasar : 2%


Polyurethane rubber (PUR)
Modulus elastisitas       : 1200 Ib/in2 (10 MPa)
Kekuatan tarik              : 8000 Ib/in2 (60 MPa) 
Pemanjangan               : 700%
Spesifik gravitasi           : 1.25 
Batas suhu tinggi           : 1200 ˚F (1000 ˚C) 
Batas suhu rendah         : -600 ˚F (-500 ˚C)

PENGUJIAN KEKERASAN (HARDNESS : Brinell, Vickers, Rockwell, Shore / Ekuotip)

1. Pengujian Brinell
Metoda uji kekerasan yang di ajukan oleh J.A Brinell pada tahun 1900an ini merupakan uji kekerasan lekukan yang pertamakali banyak digunakan dan di susun pembakuannya (dieter, 1987). Uji kekerasan ini berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam menggunakan indentor. Indentor untuk brinell berbentuk bola dengan diameter 10mm, diameter 5mm, diameter 2,5mm, dan diameter 1mm, itu semua adalah diameter bola standar internasional.

Bola brinell yang standar internasional tersebut ada 2 bahan pembuatannya. Ada yang terbuat dari baja yang di keraskan/dilapis chrom, dan ada juga yang terbuat dari tungsten carbide. Tungsten carbide lebih keras dari baja, jadi tungsten carbide biasanya dipakai untuk pengujian benda yang keras yang dikhawatirkan akan merusak bola baja. Namun untuk pengujian bahan yang tingkat kekerasannya belum diketahui, alangkah baiknya jika kita mengujinya terlebih dahulu menggunakan metoda rockwell c, dengan menggunakan indentor kerucut intan, untuk menghindari rusaknya indentor. Seperti yang kita ketahui bahwa intan adalah logam yang paling keras saat ini, jadi intan tidak akan rusak jika di indentasikan ke material yang keras. Untuk bahan/ material pengujian brinel harus disiapkan terlebih dahulu. Material harus bersih dan diusahakan halus (minimal N6 atau digerinda). Harus rata dan tegak lurus, bersih dari debu, karat, dan terak.



1.1. Standar
ASTME10   dan   ISO6506     
1.2. Cara/metoda pengujian Brinell
A. persiapkan alat dan bahan pengujian :
     a. mesin uji kekerasan (Brinell Hardness Test)
     b. indentor bola (bola baja atau bola carbide)
     c. benda uji yang sudah di gerinda
     d. amplas halus
     e. stop watch
      f. mikroskop pengukur
 

 B. indentor di tekankan ke benda uji/material dengan gaya tertentu. (untuk base ferro biasanya
     menggunakan 3000 kgf)
C. tunggu hingga 10 – 30 detik (biasanya 20 detik)
D. bebaskan gaya dan lepaskan indentor dari benda uji
E. ukur diameter lekukan yang terjadi menggunakan mikroskop pengukur. (ukur beberapa kali di beberapa tempat
     dan posisi dan ambil nilai pengukuran yang paling besar)
F. masukkan data-data tersebut ke rumus
 

1.3.    Rumus penghitungan pengujian metoda Brinell:
Dimana : BHN = Brinell Hardness Number
                P      = Beban yang diberikan (kgf)
                D      = Diameter indentor (mm)
                d       = Diameter lekukan rata-rata hasil indentasi

1.4.    Rumus untuk mencari beban yang sesuai

Dimana: P = Beban yang diberikan
                  C = Konstanta bahan yang akan di uji ( jika bahannya base ferro maka konstantanya 30)
                  D = Diameter indentor

1.5.    Kelebihan metoda Brinell :
Sangat dianjurkan untuk material-material atau bahan-bahan uji yang bersifat heterogen.    
  
1.6.    Kekurangan metoda Brinell :
•   Butuh ketelitian saat mengukur diameter lekukan hasil indentasi
•   Lama, sekali pengujian bisa menyita waktu hingga 5 menit, belum termasuk persiapan dan perhitungannya.


2.    Pengujian Vickers
Uji vickers dikembangkan di inggris tahun 1925an. Dikenal juga sebagai Diamond Pyramid Hardness test (DPH).uji kekerasan vickers menggunakan indentor piramida intan, besar sudut antar permukaan piramida intan yang saling berhadapan adalah 136 derajat. Ada dua rentang kekuatan yang berbeda, yaitu micro (10g – 1000g) dan macro (1kg– 100kg).


2.1. Standar


• ASTM E 384 – Rentang micro (10g – 1000g)
 • ASTM E 92 – Rentang macro (1kg – 100kg)
• ISO 6507 – Rentang micro dan macro




2.2. Cara/metoda pengujian Vickers
       A. persiapkan alat dan bahan pengujian
            a. mesin uji kekerasan Vickers (Vickers Hardness Test)
            b. indentor piramida intan (diamond pyramid)
            c. benda uji yang sudah di gerinda
            d. amplas halus
            e. stop watch
             f. mikroskop pengukur (biasanya satu set dengan alatnya)
       B. indentor di tekankan ke benda uji dengan gaya tertentu. (rentang micro 10–1000g dan rentang micro (1–100kg)
       C. tunggu hingga 10 – 20 detik (biasanya 15 detik)
       D. bebaskan gaya dan lepaskan indentor dari benda uji
       E. ukur 2 diagonal lekukan persegi (belah ketupat) yang terjadi menggunakan mikroskop pengukur. (ukur dengan
teliti dan cari rata-ratanya.
F. masukkan data-data tersebut ke rumus



2.3. Rumus penghitungan pengujian metoda Brinell:


Dimana : VHN = Vickers Hardness Number
                P = Beban yang diberikan (kgf)
                d = Diagonal rata-rata hasil indentasi 

2.4. Kelebihan metoda Vickers :
• dianjurkan untuk pengujian material yang sudah diproses case hardening, dan proses pelapisan dengan logam lain
    yang lebih keras.
• tidak merusak karena hasil indentasi sangat kecil, dan biasanya bahan uji bisa dipakai kembali.

2.5. Kekurangan metoda Vickers :
• Butuh ketelitian saat mengukur diameter lekukan hasil indentasi 
• Lama, sekali pengujian bisa menyita waktu hingga 5 menit, belum termasuk persiapan dan perhitungannya.
Tipe-tipe lekukan pyramid intan : (a) lekukan yang sempurna, (b) lekukan bantal jarum, (c) lekukan berbentuk tong.



3. Pengujian Rockwell 
Pengujian rockwell menggunakan indentor bola baja diameter standar (diameter 10mm, diameter 5mm, diameter 2.5mm, dan diameter 1mm) dan indentor kerucut intan. pengujian ini tidak membutuhkan kemampuan khusus karena hasil pengukuran dapat terbaca langsung. tidak seperti metoda pengujian Brinell dan Vickers yang harus dihitung menggunakan rumus terlebih dahulu.

Pengujian ini menggunakan 2 beban, yaitu beban minor/minor load (F0) = 10 kgf dan beban mayor/mayor load (F1) = 60kgf sampai dengan 150kgf tergantung material yang akan di uji dan tergantung menu rockwell yang dipilih (ada HRC, HRB, HRG, HRD, dll (maaf saya lupa ada tipe pengujian rockwell apa saja, mohon bantuannya bagi yang sudah tau bisa di share di comment)). yang pasti, untuk menguji material yang kekerasannya sama sekali belum diketahui kita harus menggunakan rockwell HRC. HRC menggunakan indentor kerucut intan dan beban 150kgf. ini dimaksudkan untuk mencegah rusaknya indentor karena kalah keras dibandingkan material yang di uji. seperti yang kita tahu bahwa intan adalah logam paling keras saat ini.

Beban minor sebesar 10kgf diberikan dengan tujuan untuk menyamaratakan semua permukaan benda uji. dengan adanya sedikit penekanan tersebut membuat material yang akan di uji tidak perlu di persiapkan sehalus dan semengkilap mungkin, cukup bersih dan tidak berkarat. Perbedaan kedalaman hasil indentasi berdampak pada tingkat kekerasan material. Semakin dalam indentasi semakin lunak material yang kita uji. Berikut rumus yang digunakan pada metode pengujian kekerasan Rockwell:
HR = E - e
Dimana : HR = Hardness Rockwell
E   = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line yang untuk tiap jenis indentor
         berbeda.
e   = Jarak antara kondisi 1 dan konisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm.



















4. Pengujian Shore / Ekuotip
Pengujian shore / ekuotip menggunakan metode pemantulan (semakin tinggi pantulan maka semakin keras material yang kita uji). pengujian ini menggunakan media peluru pantul.
Catatan:
• Jarak indentasi dari tepi benda uji harus minimal 2,5 kali diameter indentor
• Jarak antar indentasi minimal 3 kali diameter lekukan. (karena jika material yang telah di indentasi maka akan

mengalami proses pengerasan lokal, yaitu proses pengerasan di sekitar indentasi. Jadi jika jarak antar indentasi terlalu dekat di khawatirkan hasil pengujian kurang akurat karena ada proses pertambahan kekerasan lokal tersebut)