Untuk menguasai standart material dan produk customer, yakni diantaranya dengan menggunakan “Toyota Engineering Standart”; “Daihatsu Technical Standart”; dll yang berisikan baik mengenai standart material & produk customer maupun mengenai standart metode pengujiannya, sesuai dengan nomer dan judul dari masing-masing standart. Misalnya, di drawing produk customer tertulis standart yang digunakan yaitu TSM5601G-9A artinya standart yang kita gunakan sebagai acuan dalam meng-compare material adalah TSM5601G dengan judul “Composite Reinforced Polypropylene Molding Materials”. Dari sini kita tahu bahwa material yang akan digunakan adalah composite polypropylene.
Ruang lingkup TSM5601G yaitu standar ini mencakup sifat-sifat umum composite reinforced bahan polypropylene molding (selanjutnya disebut sebagai "molding materials") digunakan untuk plastik otomotif. Material molding harus memenuhi kriteria dan spesifikasi bahan yang ditentukan dalam standar yang terpisah.Kriteria dan spesifikasi bahan disediakan oleh standar ini harus sesuai dengan larangan dan pembatasan untuk zat dari kepedulian lingkungan di TSZ0001G. Penggunaan ditentukan oleh petunjuk dalam EU ELV Directive sesuai dengan versi terbaru.
Klasifikasi dan penunjukan material molding yang ditentukan dalam tabel. Ketika material molding membutuhkan kinerja/spesifikasi khusus, tanda akhiran berikut ditambahkan ke kode material. (Tanda akhiran dapat ditambahkan ke dalam klasifikasi hanya ketika kinerja spesifik tertentu. Contoh : L (Light resistance); W (Weatherability); H (Heat aging resistance); P (Paintability); S (Antistatic performance); N (Flammability).
Untuk class 9A dijelaskan bahwa composite polypropylene yang digunakan mengandung 20-30% filler (bahan penguat) seperti talc, mica, calcium, carbonate, barium sulfate, dll. Filler memegang peranan penting dalam menguatkan composite polypropylene, karena memiliki nilai kekuatan (strength), kekerasan (hardness), dan sifat-sifat lainnya yang lebih baik daripada yang dimiliki komposit. Tujuan dari penambahan filler adalah untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih lengkap atau untuk meningkatkan sifat tertentu dari suatu komposit. Kemudian mencari data properties polypropylene 20-30% dari supplier lalu di-compare dengan properties standart yang ada di TSM5601G. Data properties tersebut diantaranya, yaitu:
• Specific Gravity : perbandingan suatu massa jenis zat/material dengan massa jenis standar/air pada suhu 4°C,
sebagai indikasi kerapatan material (banyaknya massa per volume).
• Tensile Test (uji tarik)
a. Tensile strength : kemampuan suatu material untuk menahan tegangan (stress), artinya semakin tinggi nilai
tensile strength maka material semakin kaku (tidak mudah mulur).
σ = F/A (dimana σ: tegangan; F: gaya; A: luas penampang).
b. Tensile elongation : persentase pertambahan panjang yg dialami material akibat adanya regangan (strain),
artinya semakin tinggi nilai tensile elongation maka material semakin ulet.
ε = ΔL/Lo (dimana ε: regangan; ΔL: pertambahan panjang; Lo: panjang awal).
Sesuai dengan Hk. Hook yaitu hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang.
• Flexural Test (uji kelenturan)
Flexural modulus : ukuran kekakuan atau kelenturan material dengan menekan sample hingga bengkok
kemudian diukur ketahanan material terhadap pembengkokannya, artinya semakin tinggi nilai flexural modulus maka material semakin kaku (semakin tidak lentur). Hubungannya yakni antara gaya antara tegangan dan regangan (stress vs strain).
E = σ / ε (dimana E : modulus; σ : tegangan; dan ε : regangan).
• Impact Strength : ukuran ketahanan material terhadap benturan (tumbukan), artinya semakin tinggi nilai impact
strength maka material semakin kuat. Ada 2 jenis impact strength, yaitu Charpy dan Izod dengan perbedaan sebagai berikut :
1. Posisi Material : Dalam metode Izod, material yang akan diuji ditempatkan pada posisi vertikal, sedangkan pada metode Charpy, material yang akan diuji ditempatkan pada posisi horizontal.
2. Posisi notch : notch pada uji Izod menghadap striker dan diikat dalam pendulum, sedangkan pada uji charpy, striker tepat di belakang notch.
3. Jenis notch : dalam metode Charpy, ada dua jenis notch, yaitu V-notch dan U-notch, sedangkan pada metode Izod, hanya ada satu jenis notch yaitu V-notch.
• Heat Deflection temperature : ukuran suhu dimana material mulai mengalami perubahan bentuk, sebagai
batasan suhu aplikasi dari suatu produk. Oleh karena itu, perlu dipilih material polimer yang memiliki HDT yang sesuai dengan aplikasi produk. Semakin tinggi HDT maka material semakin tahan terhadap suhu tinggi (ASTM D1525B).
• Hardness : pengujian kekerasan material merupakan pengukuran ketahanan material terhadap pembebanan
(penggoresan), semakin tinggi nilai hardness maka material semakin tahan terhadap goresan.
Karena pada pengujian ini, sampel ditekan dengan suatu indentor, contohnya pada standar
Rockwell digunakan bola baja ½”, hingga tercetak suatu jejak indentasi (ASTM D785).
• Melt Index : suatu ukuran kekentalan material plastic pada saat terkena panas diatas temperature lelehnya.
Pada industri plastik, MFR berguna dalam menentukan jenis proses dan kondisi proses (umumnya terkait pengaturan temperatur) yang dapat digunakan terhadap material tersebut. Pada prinsipnya semakin tinggi MFR maka material akan semakin encer sehingga temperatur proses yang dibutuhkan semakin rendah.
Cara pengukuran MFR yaitu dengan mengukur berat lelehan PP akibat terkena beban 2.16 kg pada temperatur 230°C dalam 10 menit. Sehingga dapat juga menggambarkan ukuran kekentalan polimer pada saat terkena panas (ASTM D1238).
Contohnya Trilene HF2.9BO karena didesain untuk aplikasi film extrusion, maka memiliki MFR rendah (kental), yaitu 2.9 gr / 10 min. Sebaliknya Trilene RI10HC untuk aplikasi injection molding dituntut memiliki ke-encer-an yang baik, maka memiliki MFR 10 gr / 10 min
• Thermal Brittleness : Metode untuk menentukan suhu terendah dimana produk tidak menunjukkan kegagalan
getas bila berdampak pada kondisi tertentu.
• Torsional Stiffness (uji kekakuan torsial)
Metode pengujiannya : (1) mengukur ketebalan dan lebar benda uji dengan akurasi 0,01 mm pada tiga atau lebih
titik yang berbeda, dengan menggunakan mikrometer. Ambil rata-rata pengukuran pada titik ini.
(2) menempatkan spesimen dalam labu Dewar seperti yang ditunjukkan pada Fig. 2.
Sebelum ini, mengisi termos dengan media pemanas yang tidak mempengaruhi spesimen.
(3) Suhu uji harus 23 ± 2°C dan 100 ± 2°C.
(4) Mulai tes setelah merendam spesimen dalam media pemanas selama min. 3 menit.
(5) Sebelum memulai tes, menentukan torsi dengan menggeser benda uji ke sudut torsi
50 ± 10°.
(6) Jepit spesimen dengan tester, melepaskan pin kunci, dan merekam sudut torsi dari
katrol torsi setelah 5 detik.
(7) Tentukan kekakuan torsional (modulus geser: G) menurut persamaan berikut:
dimana, T: torsi (J)
T: (11,6 / 2) x (2w + 0.020)
S: rentang
d: Tes panjang specimen
Φ : sudut torsi
• Inorganic Content
• Antistatic Performance with “S”-molding Materials
• Glass Haziness
• Paint Film Adhesion with “p”-molding Materials (Uji Adhesi Cat)
Metode pengujian :
(1) Pengecatan. Cat benda uji (100 x 100 x 3 mm), yang dibentuk di bawah kondisi untuk bahan cetakan,
dengan menggunakan cat yang sama dengan lapangan penggunaan produksi.
(2) Uji adhesi awal. Membuat silang-pola celah dengan cutter tajam untuk membentuk 100 kotak dari 1 x 1 mm ukuran untuk spesimen dilapisi tunggal atau 2 x 2 mm ukuran untuk spesimen dilapisi ganda pada substrat dari spesimen dicat. Kemudian melakukan uji adhesi menggunakan pita perekat untuk melepas lapisan cat.
(3) Uji ketahanan air. Uji ketahanan air wajib saat bahan cetakan yang digunakan untuk aplikasi eksterior.
Merendam spesimen dicat ditentukan dalam (1) dalam air panas dari 40 ± 1°C untuk 240 jam. Kemudian, bersihkan air dengan kain kering, membuat silang-pola celah dengan cutter tajam untuk membentuk 100 kotak dari 1 x 1 mm ukuran untuk spesimen dilapisi tunggal atau 2 x 2 mm ukuran untuk spesimen dilapisi ganda pada substrat dari spesimen dicat. Kemudian melakukan out uji adhesi menggunakan pita perekat untuk melepas lapisan cat.
(4) Uji ketahanan kelembaban. Uji ketahanan kelembaban wajib ketika bahan cetakan yang digunakan untuk
aplikasi interior. Paparan spesimen dicat tinggi kelembaban suasana di ruang 50 ± 2°C dan 95 2% RH untuk 240 jam. Setelah eksposur, menghapus kelembaban dengan kain kering, membuat menyilang-pola celah dengan cutter tajam untuk membentuk 100 kotak ukuran 1 x 1 mm untuk spesimen dilapisi tunggal atau 2 x 2 mm ukuran untuk spesimen dilapisi ganda pada substrat dari spesimen dicat. Kemudian melakukan uji adhesi menggunakan pita perekat untuk melepas lapisan cat.
• Weatherability or Light Resistance with “W” or “L” Molding Materials (Uji Tahan Cuaca)
Metode Pengujian :
(1) Tes ini dilakukan pada bahan lapuk diidentifikasi oleh tanda akhiran "L," sesuai dengan Bagian 9.20 dari TSM0501G. Untuk tes, salah satu penguji resistensi cahaya yang diberikan pada Tabel 5 harus dipilih tergantung apakah bahan tersebut bersufiks dengan "W" atau "L." Penguji ditentukan secara rinci dalam Bagian 9.20 dari TSM0501G. Dalam pengujian, benda uji harus terkena kuantitas iradiasi ditentukan dalam tabel berikut :
(2) Metode evaluasi hasil uji
Setelah spesimen diuji sesuai dengan metode yang ditentukan di atas, lanjut mengevaluasi hasil tes sesuai dengan metode berikut:
(A) Evaluasi Visual, menggunakan standar sumber cahaya C ditentukan dalam ISO / CIE 10.526 atau JIS Z
8720 dalam sumber cahaya ruang standar, mengevaluasi tingkat perubahan warna dan / atau warna memudar benda uji dengan cara perubahan warna / warna memudar skala abu-abu yang ditetapkan dalam ISO 105-A02 atau JIS L 0804. Express Hasil evaluasi dengan nomor kelas.
(B) Pengukuran Perbedaan Warna, menggunakan warna / perbedaan warna meteran ditentukan dalam Bagian 9.20 dari TSM0501G, mengukur perbedaan warna E * dan ringan perbedaan L * pengujian spesimen antara sebelum dan sesudah tes, sesuai dengan CIELAB yang Sistem notasi warna (atau L * a * b* warna sistem notasi).
(C) Evaluasi dengan Mikroskop, menggunakan mikroskop perbesaran 50, memeriksa daerah lampu-iradiasi pada benda uji untuk retak
• Heat Aging Resistance with “H”-molding Materials (Uji Panas Penuaan (Dengan "H" -Molding Material)).
Metode pengujian :
(1) Untuk tes ini, gunakan benda uji didefinisikan dalam Bagian 4.3.
(2) Tempatkan spesimen dalam oven Geer dan mempertahankannya pada 150 ± 2°C untuk 240 jam untuk penuaan.
(3) Setelah penuaan selesai, mendinginkan spesimen ke suhu ditentukan dalam Pasal 4.1.1.
(4) Subyek spesimen ini untuk menguji sesuai dengan Bagian 4.3 dan 4.5. Untuk tes ini, kondisi lingkungan harus
sesuai dengan Pasal 4.1.2.
(5) Tentukan retensi kekuatan luluh tarik menurut persamaan berikut :
di mana,
S0 : Kekuatan tarik sebelum penuaan panas
S1 : Kekuatan tarik setelah penuaan panas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar